Manusia merupakan makhluk sosial yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan untuk mengembangkan diri dalam kehidupannya. Sebagai animal educandum, maka manusia pada dasarnya dapat dan harus dididik serta dapat mendidik dirinya sendiri dalam proses pengembangan dirinya. Mengingat potensi yang dimiliki manusia, maka harus dibekali dengan pendidikan yang cukup dini. Disisi lain banyak terjadi perubahan dalam kehidupan masyarakat seiring kemajuan globalisasi.
Hal ini tentu berdampak pada proses pendidikan terkadang tidak berjalan dengan baik. Perubahan sosial dan kultur masyarakat berpengaruh dalam dunia pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan seperti mengubah cara hidup, cara belajar, cara berkomunikasi dan berpikir serta lainnya. Hal ini menuntut kearifan dan pemahaman pendidik dalam mengembangkan potensi peserta didik agar proses pendidikan berjalan dengan baik.
A. Konsep Belajar
Definisi belajar yang paling populer adalah yang dikemukakan oleh Kimble pada tahun 1961, bahwa belajar merupakan perubahan yang relatif permanen di dalam behavioral potentiality (potensi behavioral) yang terjadi sebagai akibat dari praktik yang diperkuat (Hergenhahn dan Olson, 2008: 2). Sementara Reber dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua definisi. Pertama, belajar adalah The process of acquiring knowledge, yakni proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah A relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a result of reinforced practice, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat (Muhibbin Syah,2008:91).
Menurut Sanjaya (2008: 52), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran, diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan. Faktor guru meliputi teacher formative experience (jenis kelamin dan semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang kehidupan sosialnya), teacher training experience (pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan), dan teacher properties (segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat dan sikap guru terhadap profesinya). Faktor siswa mencakup aspek latar belakang, karakteristik dan sifat siswa dengan beragam kemampuan dasarnya. Sementara faktor lingkungan meliputi faktor organisasi kelas dan iklim sosio-psikologis.
B. Teori Belajar Sosio-Kultural
Teori sosiokultural atau kognitif sosial menekankan bagaimana seorang anak atau pembelajar menyertakan kebudayaan ke dalam penalaran, interaksi sosial, dan pemahaman diri mereka.
Ada 2 tokoh yang mendasari terbentuknya teori belajar sosio-kultural :
1. Piaget
Piaget berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa individu artinya pengetahuan berasal dari individu. Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu teman sebayanya dibanding orang-orang yang lebih dewasa. Penentu utama terjadinya belajar adalah individu yang bersangkutan (siswa) sedangkan lingkungan sosial menjadi faktor sekunder.
Keaktifan siswa menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan belajar, sedangkan penataan kondisi hanya sekedar memudahkan belajar. Perkembangan kognitif merupakan proses genetik yang diikuti adaptasi biologis dengan lingkungan sehingga terjadi ekuilibrasi. Untuk mencapai ekuilibrasi dibutuhkan proses adaptasi (asimilasi dan akomodasi).
2. Vygotsky
Jalan pikiran seseorang dapat dimengerti dengan cara menelusuri asal usul tindakan sadarnya dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa yang digunakan) yang dilatari sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fungsi mental bukan berasal dari individu itu sendiri melainkan berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya.
Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun keluarganya secara aktif. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif sesuai dengan teori sosiogenesis yaitu kesadaran berinteraksi dengan lingkungan dimensi sosial yang bersifat primer dan demensi individual bersifat derivatif atau turunan dan sekunder, sehingga teori belajar Vygotsky disebut dengan pendekatan Co-Konstruktivisme artinya perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial yang aktif pula.
Menurut Vygotsky perkembangan kognisi seorang anak dapat terjadi melalui kolaborasi antar anggota dari satu generasi keluarga dengan yang lainnya. Perkembangan anak terjadi dalam budaya dan terus berkembang sepanjang hidupnya dengan berkolaborasi dengan yang lain. Dari perspektif ini para penganut aliran sosiokultural berpendapat bahwa sangatlah tidak mungkin menilai seseorang tanpa mempertimbangkan orang-orang penting di lingkungannya.
C. Konsep Teori Sosio-Kultural
Ada 3 konsep penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif sesuai dengan revolusi sosiokoltural dalam teori belajar dan pembelajaran yaitu genetic law of development, zona of proximal development dan mediasi.
a. Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.
b. Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Vygotsky membagi perkembangan proksimal (zone of proximal development) ke dalam dua tingkat :
(1) Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri (intramental).
(2) Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten (intermental).
c. Mediasi
Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika.
Ada dua jenis mediasi, yaitu :
(1) Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self- regulation yang meliputi : self planning, self monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
(2) Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
Kesimpulan
- Pada dasarnya proses belajar tidak dapat dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan interaksi, karena persepsi dan aktivitas berjalan seiring secara dialogis. Belajar merupakan proses penciptaan makna sebagai hasil dari pemikiran individu melalui interaksi dalam suatu konteks sosial.
- Pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari aktivitas di mana pengetahuan itu dikonstruksikan dan dimana makna diciptakan, serta dari komunitas budaya dimana pengetahuan didiseminasikan dan diterapkan. Sehingga melalui aktivitas, interaksi sosial, tersebut penciptaan makna terjadi.
- Faktor yg mempengaruhi teori belajar sosiokultural paling dominan adalah faktor lingkungan, karena menurut vygotsky lingkungan sangat besar pengaruhnya.
No comments:
Post a Comment